BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Kamis, 28 November 2013

Sebagian Besar Uang Pengemis Kaya di Pancoran Hasil Jual Sapi

Pengemis Walang bin Kilon (54) dan temannya, Sa’aran bin Satiman (70), yang membawa uang Rp 25 juta, dirawat di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (28/11/2013). Mereka mengakui bahwa sebagian besar uang tersebut merupakan hasil penjualan sapi di kampungnya.
Kedua pengemis asal Subang, Jawa Barat, itu dijaring petugas Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan saat keduanya mengemis di perempatan Pancoran, Senin (25/11/2013), pukul 22.00. Menurut Kepala Seksi Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Suku Dinas Sosial Jaksel Miftah Hulhuda, salah seorang anak Walang sudah datang untuk menjemput ayahnya itu.
"Namun, kami belum menyerahkan Walang begitu saja. Untuk keamanan Walang sendiri, kami meminta surat-surat identitas yang menunjang identitas hubungan anak itu dengan Walang," ujarnya.
Sementara itu, uang Rp 25.448.600 milik Walang dan Sa’aran diamankan pengelola Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2. Menurut petugas panti sosial, Abdul Khair, uang itu telah diambil Walang Rp 48.600 untuk membeli pulsa telepon seluler sehingga uangnya tinggal Rp 25.400.000.
Walang pun mengakui, dia sudah mengambil sebagian uangnya untuk membeli pulsa. "Lagi dibelikan pulsanya sama anak panti," kata Walang.
Walang mengaku sudah enam bulan mengemis di Jakarta bersama teman sekampungnya, Sa’aran. Setiap hari Walang mengaku dapat meraup uang dari mengemis Rp 100.000 sampai Rp 150.000. Setelah dipakai untuk makan dan minum, penghasilan mengemis itu dibagi dua.
Namun, biasanya Walang yang mengumpulkan uang hasil mengemis. Adapun Sa’aran tidak banyak berperan karena kondisinya sakit asma dan tak mampu berjalan kaki dalam waktu yang lama.
Uang sebanyak Rp 25 juta dalam pecahan Rp 1.000 sampai Rp 100.000 dikumpulkan Walang dalam plastik warna hitam. Hanya, Walang mengaku, uang itu tidak sepenuhnya diperoleh dari hasil mengemis, tetapi juga dari penjualan sapi di kampung.
"Di kampung, kan, saya dagang sapi. Kalau musim bagus, saya sewa sawah, tanam padi," katanya.
Dari uang Rp 25 juta itu, Walang mengakui, ada sekitar Rp 21 juta hasil penjualan sapi dan panen padi yang dia bawa. Dia mengaku tak percaya meninggalkan uang itu di rumahnya karena anak tirinya kerap mencuri uangnya.
"Kalau disimpan di bank, saya tidak mengerti. Saya buta huruf," kata Walang.
Walang mengaku, dia sendiri yang berinisiatif mengemis dan dia pula yang mengajak Sa’aran. Walang pula yang membuatkan kereta dorong untuk Sa’aran.
Setiap kali mengemis, Sa’aran duduk di atas kereta dorong, sementara Walang mendorongnya. Biasanya mereka berkeliling mengemis pada pagi hari, siang hari saat makan siang, dan sore hari saat pekerja pulang dari kantor.
Namun, pada malam hari, Walang juga kerap berkeliling mengemis, seperti saat dia ditangkap petugas Sudin Sosial Jaksel di perempatan Pancoran.Budaya kemiskinan
Pemberitaan ramai mengenai pengemis dengan uang Rp 25 juta itu, menurut sosiolog Universitas Indonesia Musni Umar, dikhawatirkan kian mendorong warga miskin untuk mengemis daripada bekerja. Dampak yang terburuk adalah kian menguatnya budaya kemiskinan pada masyarakat, yakni perasaan tidak berdaya, disia-siakan, dan tidak diperhatikan.
Yang harus dilakukan pertama kali oleh pemerintah, lanjut Musni, adalah mengubah budaya dan cara pikir ketimbang ditangkap dan dipulangkan ke daerah asal. Para pengemis harus mendapatkan motivasi bahwa yang mereka lakukan adalah hina, dilanjutkan dengan pelatihan untuk memberikan kepakaran. "Yang paling utama adalah disalurkan untuk mendapatkan pekerjaan," ujar Musni.
sumber : kompas.com

0 komentar: